Senin, 23 November 2015

Filsafat Ilmu Pendidikan

      Filsafat merupakan ilmu-ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan mempergunakan akal sampai pada hakikatnya. Filsafat tidak mempersoalkan tentang gejala-gejala atau fenomena, tetapi mencari hakikat dari suatu gejala atau fenomena. Filsafat mempunyai tujuan untuk membahas masalah-masalah yang paling mendasar. Tujuan filsafat adalah mencari hakikat dari suatu gejala secara mendalam.
Ciri-ciri filsafat yaitu menyeluruh, mendasar dan spekulatif. Menyeluruh; artinya pemikiran yang luas karena tidak membatasi diri dan tidak hanya ditinjau dari satu sudut pandang tertentu. Pemikiran kefilsafatan ingin mengetahui hubungan antara ilmu yang satu dengan ilmu-ilmu lainnya. Mendasar; artinya pemikiran yang dalam sampai kepada hasil yang fundamental sehingga dapat dijadikan dasar berpijak bagi segenap nilai dan keilmuan. Filsafat tidak hanya berhenti pada kulit-kulitnya (periferis) saja, tetapi sampai menembus kedalamannya (hakikat). Spekulatif; artinya hasil pemikiran yang diperoleh dijadikan dasar bagi pemikiran selanjutnya. Hasil pemikiran berfilsafat selalu dimaksudkan sebagai dasar untuk menelusuri bidang-bidang pengetahuan yang baru.
Pada hakikatnya ada 2 cara yang mendasar bagi manusia dalam mendapatkan pengetahuan yang benar. Pertama, dengan mendasarkan diri kepada rasio. Kedua, dengan mendasarkan diri kepada pengalaman. Kaum Rasionalisme menyusun pengetahuannya menggunakan metode deduktif, yaitu premis yang dipakai dalam penalarannya didapatkan dari pemikiran rasionalis yang berupa ide-ide yang menurut anggapannya jelas dan dapat diterima. Dari premis itulah kita dapat mengerti kejadian-kejadian yang berlaku dalam alam sekitar kita. Paham semacam ini kita kenal sebagai paham idealisme.
Berbeda dengan kaum rasionalis, kaum Empirisme menggunakan metode induktif dalam menyusun pengetahuannya. Aliran ini menutupi kelemahan dari aliran rasional yang hanya mengandalkan akal dalam membentuk pengetahuan. Mereka berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu bukan didapatkan lewat penalaran rasional yang bersifat abstrak, tetapi lewat fakta/pengalaman yang kongkrit. Gejala-gejala alamiah menurut kaum empiris ini adalah bersifat kongkrit dan dapat dinyatakan lewat tangkapan panca indera manusia.
Di samping Rasionalisme dan Empirisme, masih ada cara lain untuk mendapatkan pengetahuan, yaitu Intuisi dan Wahyu. Intuisi merupakan salah satu sumber pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Pengetahuan yang diperoleh dari intuisi merupakan pengetahuan yang tiba-tiba atau berupa proses kejiwaan dengan tanpa stimulus mampu untuk membuat pernyataan sebagai pengetahuan. Sedangkan Wahyu merupakan sumber pengetahuan yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia. Pengetahuan semacam ini hanya disalurkan lewat makhluk-makhluk pilihan-Nya (Nabi dan Rasul). Melalui wahyu atau agama, manusia diajarkan tentang sejumlah pengetahuan baik yang terjangkau ataupun tidak terjangkau oleh manusia.
Berpikir ilmiah adalah berpikir yang logis dan empiris. Logis adalah masuk akal, dan empiris adalah dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawaban, selain itu menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, dan mengembangkan. Sarana berpikir ilmiah pada dasarnya ada tiga, yaitu: bahasa ilmiah, logika dan matematika, logika dan statistika. Bahasa ilmiah berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah. Bahasa merupakan sarana yang sangat penting dalam mendapatkan sebuah sumber pengetahuan. Logika dan matematika mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif sehingga mudah diikuti dan mudah dilacak kembali kebenarannya. Kaum Rasionalis menggukan logika dan matematika dalam proses berpikirnya. Sedangkan logika dan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif dan mencari konsep-konsep yang berlaku umum. Kaum Empiris menggunakan logika statistik dalam proses berpikirnya. Dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan sumber pengetahuan diperlukan sebuah proses berpikir. Berpikir ilmiah menyandarkan sumber pengetahuan pada rasio dan pengalaman manusia, sedangkan berpikir non-ilmiah (intuisi dan wahyu) mendasarkan sumber pengetahuan pada perasaan manusia.
Dalam sebuah kehidupan kita tidak bisa berpatokan pada satu pilihan saja. Mengapa demikian? Jika kita berpatokan dengan satu pilihan, artinya kita hanya mengacu pada pilihan itu saja. Kita tidak memikirkan bagaimana jika kita tidak mampu menjalankan pilihan tersebut. Oleh karenanya dalam sebuah kehidupan, kita haruslah memiliki banyak pilihan. Karena jika kita tidak mampu menjalankan satu pilihan awal tersebut, kita dapat menjalankan pilihan yang lainnya. Namun, kita juga harus dapat memilah mana pilihan yang tepat bagi hidup kita. Dalam memilih sebuah pilihan haruslah berlandaskan dengan proses berpikir yang ilmiah, agar dapat membedakan mana yang logis dan tidak logis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar